Impostor Syndrome merupakan istilah bagi seseorang yang tidak pernah merasa puas dan takut gagal. Foto: medical-leader.org

Diamma.com- Belakangan ini, ‘Among Us’ menjadi perbincangan hangat dikalangan pecinta gim di seluruh dunia. Dalam ‘Among Us’, terkenal dengan Impostor, salah satu peran yang bertugas sabotase dan membunuh para crewmate. Tak hanya itu, viralnya game ini pun melahirkan istilah baru, yaitu Impostor Syndrome. Sebenarnya, apa itu Impostor Syndrome?

Impostor Syndrome merupakan istilah untuk perilaku seseorang yang merasa takut gagal dan meragukan kemampuannya. Ironisnya, kondisi ini justru dialami oleh orang yang berprestasi. Kemudian, orang yang mengalami Impostor Syndrome akan tetap memberikan keberhasilan seseorang tetapi hanya keberuntungan sesaat dan bukan karena keberuntungannya.

Namun, hal berbeda diungkapkan oleh Kasandra Putranto, seorang Psikolog Klinis dari Kasandra & Associate. Ia mengungkapkan bahwa sebenarnya Impostor Syndrome bukanlah istilah resmi yang dikeluarkan oleh para ahli.

“Impostor Syndrome ini bukan hasil dari konsesus atau hasil penelitian dari para ahli yang kemudian dijadikan golongan atau diagnosa yang tepat,” papar Kasandra, melansir Detik.

“Istilah Impostor Syndrome ini juga bagi saya semacam diagnosa keranjang sampah. Akhirnya semua kriteria dimasukkan. Jadi orang merasa ‘oh mirip ya’ ini juga secara psikologis ada kondisi psikologis sendiri yang akhirnya mungkin atau suka self diagnosis,” tambahnya.

Lantas bagaimana dan seperti apa sikap individu dengan impostor syndrome?

Tidak Pernah Merasa Puas dalam Pencapaian Hidup Sendiri

Pengidap Impostor Syndrome sering menganggap dirinya tidak istimewa. Ia merasa bahwa setiap orang bisa meraih apa yang telah dirinya capai. Oleh karena itu, semua yang ia capai bukan lah hal yang ‘Wah’ lagi. Selain itu, ekspektasinya yang tinggi juga jarang mengapresiasi apa yang telah ia raih.

Menganggap Pendirian Hanya Pencapaian Ataupun Kebetulan Sesaat

Orang yang mengalami Impostor Syndrome mengatakan bahwa semua pencapaian diri sendiri hanya kebetulan dan keberuntungan. Ia berpikir bahwa apa pun yang dicapai hanyalah sebuah kebetulan. Oleh karena itu, ia meyakini pencapaiannya tidak ada hubungannya dengan kemampuan yang dimiliki.

Sulitnya Menaruh Harapan Pujian dari Orang Lain

Ia akan sulit menerima pujian dari orang lain. Ia beranggapan pujian dapat menaruh harapan tinggi. Bahkan, ia dapat merasa tersinggung atas pujian tersebut karena menganggap dirinya tidak layak. Baginya, sebuah pujian hanyalah suatu bentuk basa-basi.

Penulis: Ria Lestari
Editor: Faradina Fauztika