Suasana Rapat Paripurna DPR RI terkait UU Cipta Kerja pada Senin (5/10), Gedung DPR/MPR RI, Jakarta. Foto: Tempo.co

Diamma.com- Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) yang disahkan pada Senin (5/10) dalam Rapat Paripurna DPR menuai banyak kecaman. Sejumlah aturan baru dinilai memberatkan para pekerja dalam negeri, salah satunya ketentuan upah minimum.

Kecaman ini terus mengalir dari berbagai pihak, mulai dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) hingga para mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI). Bahkan BEM SI berencana akan menggelar aksi nasional pada Kamis (8/10).

UU Ciptaker atau Omnibus Law ini dianggap berdampak pada kesejahteraan buruh Indonesia. Melansir CNN Indonesia, berikut 5 dampak dari pengesahan Omnimbus Law.

  1. UMK Ditiadakan

Upah Minimum Kabupaten/Kota  dan dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) yang terdapat dalam Pasal 89 UU Ketenagakerjaan  harus dihilangkan. Sebagai gantinya, gubernur dapat menetapkan upah minimum sesuai dengan yang tertera dalam pasal selipan 88C UU Ciptaker Ayat (1). Namun, upah minimum tersebut harus berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan.

“Gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu,” isi dari ayat (2) Pasal 88C.

2. Tenaga Kerja Asing Lebih Mudah Masuk RI

Pada Pasal 81 poin 4 hingga 11 telah menghapus sejumlah aturan terkait pekerja asing yang terdapat dalam UU Ketenagakerjaan. Pemerintah telah menghapuskan kewajiban tertulis bagi para pengusaha untuk merekrut pekerja asing. Berdasarkam Omnibus Law, pengusaha hanya perlu memberikan rencana terkait pekerja asing.

“Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh pemerintah pusat,” bunyi UU Ciptaker Pasal 81 poin 4.

3. Pekerja Tidak Menerima Pesangon

Pekerja terancam tidak menerima pesangon jika mengundurkan diri, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bahkan meninggal dunia. Terdapat 5 pasal yang mengatur tentang pemberian pesangon.

Pasal 81 poin 51 menegaskan terkait penggantian uang pesangon bagi pekerja yang mengundurkan diri. Pasal ini telah menghapus pasal 162 yang terdapat dalam UU Ketenagakerjaan.

Pasal 81 poin 52 menghapus uang pesangon bagi pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan sebagaimana yang diatur dalam pasal 163 UU Ketenagakerjaan.

Pasal 81 poin 53 juga menghapus pasal 164 UU Ketenagakerjaan perihal uang pesangon bagi pekerja yang terkena PHK akibat kerugian selama dua tahun atau dalam keadaan memaksa.

Pasal 81 poin 54 menghilangkan pemberian pesangon bagi pekerja yang di PHK akibat perusahaan pailit.

Pasal 81 poin 55 meniadakan pemberian pesangon bagi para ahli waris jika pekerja meninggal dunia.

4. Penghapusan Maksismum 3 Tahun Karyawan Kontrak

Sebelumnya, pada Pasal 59 poin 1 UU Ketenagakerjaan diterangkan bahwa Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (PKWT) hanya untuk pekerjaan yang penyelesaiannya tidak terlalu lama, dan maksimal 3 tahun. Namun, Pasal 81 poin 15 UU Ciptaker telah menghapus batasan tersebut.

Sebagai gantinya, pemerintah mencantumkan pasal 81 poin 15 bahwa waktu lamanya kontrak pekerja sesuai dengan perjanjian kerja atau kontrak.

5. Cuti Hilang, Jam Lembur Bertambah

Sebelumnya, Pasal 78 UU Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan maksimum 3 jam sehari dan 14 jam seminggu. Namun, Pasal 81 poin 22 telah mengubah ketentuan tersebut menjadi 4 jam sehari dan 18 seminggu.

Hal ini tidak sebanding dengan cuti yang diterima pekerja. Pasal 81 poin 79 UU Ciptaker telah menghapus ketentuan cuti panjang yang tertera dalam UU Ketenagakerjaan Pasal 79. Pasal ini menerangkan bahwa perusahaan wajib memberikan cuti panjang minimal dua bulan yang telah bekerja 7-8 tahun. Sementara, cuti satu bulan bagi para pekerja yang bekerja selama 6 tahun berturut-turut.

Penulis: Faradina Fauztika
Editor: Indira Difa Maharani