Diamma.com – Senat Amerika Serikat (AS) mengungkapkan kekejaman teknik interogasi Central Intelligence Agency ( CIA ) terhadap para tawanan yang menjadi tersangka teroris pasca kejadian bersejarah 11 September 2001 silam. Sebelumnya, presiden AS, Barack Obama telah membongkar metode interogasi yang diakukan CIA terhadap para tersangka Al-Qaeda pada tahun 2009 dan telah menghentikan program tersebut. Obama mengatakan tindakan tersebut termasuk kedalam penyiksaan. Namun, akhirnya langkah tersebut ditindak lanjuti oleh Komite Intelegent Senat AS dengan melakukan investigasi terhadap program interogasi CIA dalam menemukan keterangan dari para tersangka.
Pada 9 Desember 2014 waktu AS akhirnya Senat Amerika dengan resmi mengumumkan hasil laporan tersebut kepada public di Gedung Capitol, Washington DC, Amerika Serikat. Investigasi yang berlangsung selama lima tahun tersebut memberikan hasil berbentuk laporan rahasia setebal 6.200 halaman milik Senat yang disusun berdasarkan 6,3 juta halaman data internal CIA, e-mail, riwayat chatting, wawancara inspektur jenderal CIA, dan sejarah program interogasi CIA.
Sementara laporan mengenai pengobatan terhadap sekitar 100 tersangka yang ditangkap antara 2001–2009 atas tuduhan terorisme sebanyak 480 halaman. Dalam laporan tersebut, tak hanya merinci metode – metode yang digunakan oleh agen CIA dalam menggali informasi dari tersangka, melainkan juga pernyataan bahwa interogasi dengan kekerasan dan penyiksaan telah gagal memberikan hasil yang diinginkan. Dengan adanya ringkasan eksekutif dari Senat setidaknya dapat membongkar rahasia yang ada selama ini. Laporan tersebut merahasiakan identitas agen CIA dan beberapa negara yang menjadi tempat “black sites“.
“Progam interogasi ini adalah salah satu titik terendah dalam sejarah bangsa Amerika,” kata Ketua Komite Intelijen Senat, Dianne Feinstein, pada saat mengumumkan laporannya. Sementara itu, Direktur CIA, Michael Hayden, seperti yang dilansir BBC.co.uk kepada koran The New York Times mengatakan, “kami disini bukan untuk membela penyiksaan. Kami disini untuk membela sejarah.” ujarnya.
Reporter : Annisa Pratiwi / Foto : google
Editor : Amos Sury’el Tauruy
(dikutip dari berbagai sumber)