Diamma.com – Buku Pendidikan Lingkungan Budaya Jakarta (PLBJ) yang mengundang kontroversi akibat adanya materi mengenai istri simpanan, akhirnya ditarik oleh pihak sekolah SD Angkasa IX Halim, Jakarta Timur, kemarin.
Pihak sekolah mengaku hal tersebut dilakukan untuk meminimalisir peluang murid yang belum membaca buku tersebut, untuk tidak sampai tahu dan membacanya.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Sekolah SD Angkasa IX Rachmat, usai memberikan klarifikasi seputar buku mata pelajaran yang sempat membuat heboh tersebut. “Kami berkomitmen akan menarik buku LKS PLBJ kelas 2 yang sudah beredar di anak- anak, agar tidak sampai ke anak yang belum membacanya,” ujarnya.
Rachmat juga mengaku bahwa, buku PLBJ yang digunakan oleh sekolahnya hanya sebagai buku penunjuang pembelajaran dan bukan sebagai buku utama. “Cerita dibuku itu bukan satu- satunya buku pelajaran yang dijadikan pokok tetapi itu hanya buku penunjang, namanya penunjang, ya bukan buku wajib,” jelasnya.
Rachmat juga mengatakan, walau pada salah materinya memuat cerita tentang istri simpanan, pihaknya tidak menekankan pada pembahasan mengenai materi Istri simpanannya.
“Bukan itu yang kami tekankan, namun nilai- nilai luhur budaya Betawi, sifat perilaku baik dan buruk dari tokoh dalam cerita itu,” jelas Rachmat.
Salah seorang wali murid kelas II SD Angkasa IX Intan Budi Utoyo mengatakan, tidak ada maksud untuk menjatuhkan pihak sekolah dengan pengaduannya tersebut.
“Yang saya sayangkan adalah mengapa penulis dan penerbit membuat tulisan yang konsumsinya untuk orang dewasa, tidak ada maksud mencemari nama baik sekolah,” paparnya.
Ia mengatakan Cerita bang Maman dari kali pasir itu pertama kali di temukan oleh anaknya, ketika anaknya sedang membaca buku tersebut.” Saya suruh anak saya baca karena itu materi ulangan umum,” kata Intan.
Kemudian ketika sedang membaca cerita Bang Maman dari Kali pasir, Anaknya tersebut bertanya apa yang dimaksud dengan Istri Simpanan. Mendapatkan pertanyaan seperti itu, Intan kaget dan terpaksa berkilah kepada anaknya.
“Saya terpaksa berkilah dan katakan, kalau Istri simpanan itu adalah istri yang disembunyikan oleh suaminya. Karena ketika nikah tidak mengundang-undang,” ujarnya.
Sementara itu psikolog dari Universitas Tarumanegara Lia Latief mengatakan, pemberian wacana kepada anak tentang sebuah cerita yang kompleks dan mengandung istilah negatif sangat tidak tepat.
Menurutnya anak, khususnya dalam tahap perkembangan wajib diberikan pengetahuan positif dan dengan kata-kata yang mudah untuk dicerna.
“Belum saatnya anak usia tersebut menerima pengetahuan seperti itu. Karena kematangan anak akan sangat berpengaruh khususnya yang menyangkut proses pemahaman terhadap suatu kata baru atau istilah yang asing untuknya,” paparnya.
Lia mengharapkan, sebaiknya anak usia sekolah dasar diajarkan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti. “Buatlah suatu suasana yang nyaman, tidak dengan cerita konflik dan mengajarkan hal-hal yang negatif walau mungkin tujuannya baik,” jelasnya.
Ditambahkan Lia sebagai orangtua jika mendapati anaknya menanyakan sesuatu hal yang belum saatnya diketahui, sebaiknya memberikan jawaban yang santai dan tidak dijawab dengan kebohongan.
“Jangan kita mengajarkan pada anak kebaikan tapi dengan cara kebohongan. Jujur saja tapi mungkin dengan bahasa sehari-hari yang anak mengerti dan tidak membuat mereka penasaran,” tambahnya.
Reporter: Dian Ramdhani / Foto: Liputan 6 dok.
Editor: Frieska