Oleh: Siti Wulandari*
Ketika Sistem Memaksa Mereka Membelanjakan Korupsi Uang Negara Rakyat
Seperti malam-malam senin sebelumnya (sepertinya kegiatan ini menjadi kebiasaan ya :p), aku dan beberapa kawan berbincang di tempat makan depan kampus. Masih dengan tempat yang sama, dan orang-orang yang kurang lebih adalah sama.
Vera, seorang teman, kawan, senior, guru yang tak pernah kehilangan energinya untuk berbagi, apa pun…
Akan selalu ada banyak topik yang akan dapat diperbincangkan ketika bertemu dan berbincang dengannya. Sama seperti malam ini, banyak perbincangan yang bisa ditulis dan direnungkan sebetulnya, tapi aku pilih topik ini saja lah 😀
Pembelanjaan Korupsi Uang Negara Rakyat
Dari obrolan ngalor ngidul yang sedari tadi dilakukan, sampai lah pada obrolan tentang pembelanjaan uang Negara rakyat.
Kita sama-sama tahu kalau setiap tahun, tiap-tiap Departemen Pemerintahan mendapatkan anggaran belanja untuk menjalankan program dan proyek-proyeknya dalam kurun waktu satu tahun itu.
Dan pada setiap akhir tahun akan dengan mudah kita menemukan proyek-proyek yang berjalan hanya sekedar untuk menghabiskan anggaran yang masih tersisa, mulai dari pembangunan jalan, hingga kunjungan-kunjungan ke luar negeri.
Kenapa? Ya, untuk menghabiskan anggaran yang telah diberikan, yang telah disediakan, agar anggaran tahun depan tidak dipotong, agar Departemen tersebut mendapatkan penilaian (kemungkinan besar penilaian dari Kementrian Keuangan) bahwa program-program dan proyeknya berjalan. Jadi penilaian terhadap kinerja mereka hanya sekedar melihat pengeluaran anggaran yang mereka belanjakan, BUKAN DARI PROGRAM/PROYEK yang berjalan, bagaimana kualitasnya, bagaimana keberlangsungannya, tidak melihat substansi program yang mereka jalankan.
Pembelanjaan anggaran menjadi tolak ukur yang saklek untuk menilai apakah suatu Departemen menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak.
Vera sendiri pernah dinilai kinerjanya buruk hanya karena ia tidak menghabiskan anggaran yang telah tersedia, meskipun ia telah menjalankan program sesuai target yang ada, atau mungkin bisa lebih dari target awal.
Apa iya begitu? what a stupid system it is, is not it?
Yang masih tidak habis pikir oleh ku, apa iya karena suatu Departemen tidak bisa menghabiskan anggaran di tahun ini, lalu dengan serta merta Departemen tersebut akan langsung dipangkas anggarannya di tahun depan?. Padahal, kebutuhan anggaran, dan pelaksanaan program setiap tahunnya itu akan selalu berbeda, kita tidak bisa menyamaratakan begitu saja! Lagi pula, nilai uang itu kan dinamis? Nilainya itu sewaktu-waktu akan berubah, bisa saja menguat atau mungkin melemah! hmmm…
Dan, kenapa ya, di negara kita ini, tidak ada suatu badan khusus yang bertugas mengawasi, memantau dan menilai output dari masing-masing program/proyek yang dijalankan oleh masing-masing Departemen tersebut, sebagai satu ukuran dan penilaian yang lebih jelas atas kinerja mereka dibandingkan dengan penilaian berdasarkan pembelanjaan anggaran???
Ahh„ ini namanya sistemnya yang memaksa setiap aktor yang terlibat dalam pemerintahan untuk membelanjakan, menghamburkan, menghabiskan,MENGORUPSI uang negara rakyat, yang seharusnya bisa disimpan atau dialihkan untuk pemberdayaan masyarakat!!!
*Penulis adalah mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik jurusan Hubungan Internasional semester 5