Waktu tertentu dan waktu tidak tertentu menjadi sebuah penentu bagi para kaum buruh.

Oleh Fariz Afif sudrajat, Achmad Rafiq / Foto: Andi Wahyudi
Editor: Rionaldo Herwendo
Diamma – Buruh pada hakekatnya adalah seorang manusia yang menggunakan tenaga dan skill (kemampuan) untuk meraih pendapatan untuk jasmani maupun rohani, guna menghidupi sebuah kelurga yang layak. Buruh dibagi atas 2 klasifikasi besar, yaitu buruh profesional yang biasa disebut buruh kerah putih yang menggunakan tenaga otak dalam bekerja, lalu buruh kasar yang biasa disebut kerah biru yang menggunakan tenaga otot dalam melakukan pekerjaannya. Saat ini kondisi buruh di Indonesia semestinya menjadi pertanyaan yang seharusnya menjadi sebuah pembahasaan oleh pemerintah. Buruh pada dasarnya hanya menunjuk kepada tenaga kerja di bidang industri dan jasa. Pada tanggal 1 Mei 1886 sekitar 400.000 buruh di Amerika Serikat melakukan demonstrasi besar-besaran untuk membeberkan tuntutannya, yaitu pengurangan jam kerja yang awalnya mereka bekerja 19-20 jam/harinya, mereka menuntut untuk menjadi 8 jam sehari. Aksi demonstrasi buruh yang ada di Amerika ini berlangsung 4 hari, yang dimulai pada tanggal 1 Mei lalu terpilih secara kesepakatan keseluruhan 1 Mei menjadi Hari Buruh Internasional karena pada 1884 Federation of Organized Trades and Labor Unions terinspirasi oleh kesuksesan aksi buruh tersebut, menuntut 8 Jam kerja di Amerika serikat dan diberlakukan mulai 1 Mei 1890.
Sejarah singkat mengenai Hari Buruh Internasional ini, menjadi tolak ukur kita untuk memiliki persepsi tentang buruh tersebut. ’’Kalo bicara buruh sampai hari ini, bicara perubahan sama sekali tidak ada perubahan, yang selama ini didengung-dengungkan mengenai kenaikan gaji dan segala macamnya itu bukanlah kenaikan gaji hanya sebatas penyesuaian upah dengan kebutuhan pokok karena gaji mereka dinaikan beberapa persen, tapi kebutuhan pokok itupun meningkat beberapa persen, apabila ditanyakan kesejahteraan, itulah yang menjadi pertanyaan dimana kesejahteraan buruh itu berada,“ tegas Ferry Abba selaku Wakil Ketua Serikat Buruh Transportasi Nasional. Sedangkan di Indonesia hari buruh diperingatkan mulai tahun 1920, tanggal 1 Mei 2006 para buruh melakukan aksi demonstrasi di sekitar Bundaran Hotel Indonesia (HI), gedung DPR/MPR RI dilanjutkan ke Istana Negara dengan jumlah pasukan buruh kurang lebih 2000 orang yang tergabung dari berbagai elemen buruh. Aksi demonstrasi ini menolak Revisi UU No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang banyak merugikan kalangan buruh. Pada tahun 2010 yang lalu bertepatan dengan hari Buruh Intenasional, ribuan pengunjuk rasa melakukan aksinya kembali unjuk rasa yang dilakukan di Bundaran Hotel Indonesia (HI) dan disambung ke Istana Merdeka. Demonstrasi ini menuntut akan jaminan sosial bagi buruh. Kalangan buruh mengaggap penerapan jaminan sosial saat ini masih diskriminatif, terbatas dan berorientasi untuk mencari keuntungan. Di depan Istana Merdeka pada waktu itu sempat terjadi kericuhan yang berlangsung sekitar 15 menit pada pukul 14.00 WIB, petugas kepolisaan mengamankan 2 orang pengunjuk rasa untuk dimintai keterangan. “Kedua demonstran itu berasal dari salah satu lembaga anti korupsi KAPAK( Komite Aksi Pemuda Anti Korupsi),” ujar Kadiv Humas Polri, Irjen Polisi Edward Aritonang.
Kondisi Buruh Saat Ini di Indonesia
Mendengar tuntuntan yang diajukan oleh buruh pada setiap tahunnya, membuat kita teringat akan kebijakan perburuhan belum berpihak pada buruh, di antaranya persoalan sistem buruh kontrak atau yang disebut Outsourching. “Outsourcing adalah cuci tangan dari perusahaan dengan menggunakan jasa pihak ke-3, jadi ketika kita menggunakan jasa pihak ke-3 ketika pengusaha tidak mau menggunakan sistem kemitraan, sistem kemitraan ini tidak diatur oleh undang-undang 13 khususnya, karena di UUD 13 membicarakan waktu tertentu dan tidak tertentu, pengertian waktu tertentu, yaitu kontrak dan waktu tidak tertentu adalah pengangkatan sebagai karyawan, tetapi pada hari ini apabila membicarakan karyawan sangat sulit sekali karena yang karyawan saja banyak yang di PHK, lebih banyak cuci tangan perusahaan dengan menggunakan Outsourcing yang lebih menyakitkan lagi, sangat ironi sekali karena yang melakukan Outsourcing mayoritas mantan-mantan pengurus serikat buruh itu sendiri,“ ucap Ferry Abba yang ditemui ketika aksi pembebasan Antashari Azhar di bundaran Hotel Indonesia. Praktek ini memang sangat mengerikan yang terjadi pada kondisi buruh pada saat ini. Ferry Abba juga menambahkan, “Sampai kapan pun Outsourcing tidak akan efektif, itu adalah salah satu bentuk cuci tangan perusahaan yang dilegalkan oleh pemerintah, memang benar Outsourcing itu diatur dalam UUD 13, bahwa yang bisa melakukan Outsourcing itu hanya Security, Office Boy artinya yang bisa di Outsourcing itu tidak berhubungan dengan produksi, tetapi dalam pelaksanaannya, misalnya perbankan yang menentukan hubungan dalam perbankan itu adalah teller, tetapi mayoritas saat ini menggunakan Jasa Outsourcing itu sudah kewalahan. Peran pemerintah bagaimana? Fungsi pemerintah di mana? Sebagai fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan dan menyelamatkan hak-hak buruh yang ada di Indonesia, wajar saja apabila kita berbicara buruh-buruh yang ada di luar negeri misalnya, semakin hari semakin buruk kondisinya di sana, di negaranya saja sendiri buruhnya sudah seperti ini tidak bisa dilindungi bagaimana mau melindungi buruhnya yang ada diluar negeri,” ucap Ferry melanjutkan.
Kasus-kasus perburuan seperti aksi unjuk rasa dan PHK terhadap buruh pabrik kerap mewarnai pemberitaan media-media massa. Dari tahun ke tahun persoalan tersebut kerap mewarnai dan tidak akan terselasaikan. Kondisi buruh di Indonesia saat ini terus memburuk, terutama di sektor-sektor padat karya yang banyak memberlakukan tenaga kerja tidak tetap. Hal ini mau tidak mau menunjukan ketidakmampuan negara dalam menyelesaikan masalah perburuhan dan mencerminkan tidak berkembangnya gerakan buruh di Indonesia. Selain itu, tantangan juga bisa datang dari para pengusaha.
Di beberapa negara, termasuk negara Indonesia, banyak pengusaha yang tidak menerima Serikat Buruh (SB) menjadi representatif kolektif buruh. Manajemen perusahaan lebih melakukan komunikasi dengan buruh secara personal dari pada tawar menawar kolektif denga Serikat Buruh. Namun perusahaan masih memberikan Serikat Buruh ruang yang bisa dikontrol oleh pengusaha. Dalam pengertian ini Serikat Buruh lebih menjadi kepanjangan tangan ketimbang organisasi yang memperjuangkan buruh. Harapan dari Ferry Abba selaku seseorang yang tergolong dalam Serikat Buruh adalah “Kalau memang pemerintah mengakui keberadaan Hari Buruh, tanggal 1 Mei harus libur itu salah satu pengakuan, artinya pemerintah mengakui posisi buruh di negara ini dan hapus Outsourcing, hapus sistem kemitraan, hapus sisitem kontrak, suka atau tidak suka ya harus karyawan. Kenapa kita menuntut menjadi karyawan karena 2/3 dunia ini hidup dari alam raya Indonesia pertanyaan kemudian ketika dunia hidup dari alam raya Indonesia kenapa orang Indionesia tidak bisa hidup dinegerinya sendiri?“ tutup Ferry mengakhiri.