Walaupun penerapan pajak Warung Tegal (Warteg) di tunda oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, pedagang warteg yang berjualan di seberang Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) masih merasa terancam akan penerapan pajak 10 persen tersebut.

Oleh Novriadji, Hikmah Rani / Foto : Novriadji

Diamma – Warteg seperti kita ketahui tempat makan cepat saji dan praktis dikonsumsi dengan menu Indonesia,  berasal dari Tegal, Jawa Tengah. Selain harganya murah meriah, konsumen warteg mayoritas masyarakat menengah ke bawah. Dengan adanya perencanaan pajak omset sebesar 10% yang diterapkan pada tanggal 1 Januari 2011 bagi pedagang warung makanan di Jakarta, telah menimbulkan keresahan pada masyarakat.

Oleh karena itu, perencanaan pajak  di tunda oleh Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo yang mengambil kebijakan tersebut. Berbagai Penilaian  siap dan sensitif dari pedagang warteg maupun sebagian mahasiswa UPDM(B) pun bermunculan. Sriyono,28, pemilik Warung Nasi Sederhana yang berada di seberang UPDM (B), menaggapi penerapan pajak omset 10% yang diberlakukan pedagang warteg dan  apabila  di sahkan oleh pemerintah “Ya, harga akan dinaikkan, sebelumnya air putih gak bayar jadi bayar,” ucap Sriyono.

Namun, pemilik warteg ini pun mengeluh selain sembako sekarang mahal, bayar tenaga kerja di tambah pula dengan adanya pajak menjadi beban pikiran. Akan tetapi, Sriyono tidak takut tentang penerapan pajak yang bisa membuat usahanya gulung tikar “Ya dibilang takut engga juga, namanya rejeki ada aja,” ujar  Sri, panggilan akrab mahasiswa.

Sementara itu, berbeda dengan Bondan, mahasiswa FISIP 2009, menyatakan penolakan yang di lakukan pemerintah. “Gak setuju, karena kantong mahasiswa.”  Selain itu Bondan berharap penerapan pajak 10% di batalkan “gak jadi, semua komponen-komponen diterima dan diambil kebijakan,” katanya.

Di lihat dari segi tempat antara warung makan dan restoran tentu sangatlah berbeda. Restoran di sediakan fasilitas yang cukup, sedangkan warung makan hanya tersedia apa adanya. Jika  pajak 10 persen diberlakukan pada warung makan, apakah konsumen beralih ke restoran yang sama pajaknya?  “lihat perkembangan kalau ada yang bagus dan setara harganya kenapa gak memilih yang bagus dan berkembang,” tegas Bondan.

Harapan pedagang jika pajak pelaksanaan Peraturan Daerah (PERDA) di sahkan. “Berharap harga sembako turun, biar bisa menutupi pajak ini. kalau sembako semakin melambung dan kena pajak, otomatis pengeluarannya juga besar” ucap Sri, pedagang warung nasi. Dengan adanya penundaan ini semoga pemerintah lebih berpikir keras untuk mempertimbangkan pedagang warteg, terutama masyarakat kecil yang kebanyakan konsumen warteg.