Diamma.com – Aliansi untuk Desa Sejahtera (ADS), mengecam kepada pemerintah yang tidak memperjuangkan hak pangan, sebagai hak asasi rakyat Indonesia.
Hal ini terkait dengan tidak tepatnya kebijakan pemerintah dalam mendukung pemberi makan dunia, ditengah impor pangan yang meningkat.
Tidak itu saja, pemerintah juga menekan penghidupan produsen pangan sekala kecil.
Kebijakan yang diambil pemerintah sangat jauh dari aspek keadilan.
Bukan menjadi sesuatu hal yang tabu, bahwa pemerintah semakain hari semakin tergantung pada pangan dunia.
Kordinator nasional ADS, Tejo Wahyu Jatmiko menegaskan, kebijakan dan strategi pangan nasional yang dilakukan oleh pemerintah, tidak efektif.
Terlihat hanya mengarah pada urusan pangan sebagai urusan jual beli komunitas semata.
Melalui kebijakan Food Estate, Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE), Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Indonesia (MP3EI) belum dirasakan maanfaatnya oleh produsen pangan kecil.
Karena pemerintah hanya mengedepankan pemodal, untuk memfasilitasi sektor pangan.
“Dengan kebijakan seperti Food Eastate, MIFEE dan MP3EI jelas menunjukan ketidak berpihakan pemerintah terhadap produsen pangan sekala kecil, sekaligus masih terus memandang pangan sebagai barang dagangan semata,” kata Tejo kepada diamma.com
Berdasarkan data yang dimiliki oleh ADS, ada 29,6 juta keluarga petani, dengan 16,4 juta berlahan sempit, 2,7 juta kepala keluarga nelayan tangkap, dan 4 juta KK yang mengantungkan hidupnya pada perikanan budidaya.
Sementara, 35 % luas kebun sawit yang kini mencapai luas 11 juta hektar, dikelola oleh perkebunan mandiri. Ironisnya, sebagian besar produsen pangan kecil yang hidup di pedesaan, masuk dalam kelompok miskin.
Pemerintah sering kali mengalibikan krisis pangan di Indonesia, dengan alasan terjadinya pengaruh iklim buruk.
Said menyarankan, agar pemerintah membuat program asuransi iklim dalam menghaapi iklim buruk yang terjadi di Indonesia. Asuransi iklim sangat bermanfaat dalam menjaga kesejahteraan produsen pangan kecil.
Ketua Pokja Beras ADS, Said Abdulah menambahkan bahwa perlindungan terhadap kelompok miskin sangatlah minim.
Angka kemiskinan paling nyata terlihat dari 70 juta orang menerima beras miskin. Kejadian tersebut disebabkan karena pasar hanya dipenuhi dengan beras impor, yang harganya belum terjangkau.
“Pangan hanya dilihat sebagai urusan perut saja. Kondisi ini cermianan, bahwa pemerintah belum melihat hak atas pangan sebagai pemenuhan hak asasi setiap rakyat Indonesia,” ungkap Said
Ketua Pokja Ikan ADS, M. Rizal Damanik menambahkan, tidak itu saja ketidak siapan pemerintah. Dalam sektor perikanan, pemerintah belum siap mengeloala kekayaan bahari Indonesia.
Terkait dengan kebijakan pemerintah yang masih mengimpor ikan dan garam. Rencananya pemerintah akan mengipor 600 ribu ton garam dalam waktu dekat.
Hak pangan harus diutamakan dalam kebijakan negara, dalam mewujudkan tata kelola yang baik disektor pangan.
Reporter : Fadhis Abby / Fotografer : Fadhis Abby
Editor : Frieska M.