Bagi masyarakat Belitung, melimbang sudah seperti kebudayaan dan rutinitas merekauntuk hidup.

Oleh Yery wahyudi / Foto: Yery wahyudi

Editor: Rionaldo Herwendo

Diamma – Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya, mulai dari hasil laut sampai hasil tambangnya. Salah satunya adalah Pulau Belitung. Pulau kecil yang berada di selatan Pulau Sumatera ini menyimpan banyak kekayaan alam. Mulai dari pantai-pantai berpasir putih yang dihiasi dengan bebatuan besarnya yang tersusun rapi, perkebunan lada, kelapa sawit sampai kandungan biji timah yang terdapat di bumi laskar pelangi ini.

Sejak zaman kolonial Belanda, Belitung sudah terkenal dengan hasil timahnya. Oleh karena itu Pulau Belitung lebih terkenal dengan nama Billitone di masa itu. Namun saat itu timah di Pulau Belitung masih dinikmati mereka-mereka yang berkuasa. Sedangkan masyarakat Pulau Belitung sendiri hanya menjadi buruh-buruh di perusahan-perusahaan timah seperti yang tergambar dalam film laskar pelangi.

Sampai saat ini pun sebagian besar masyarakat Belitung masih bekerja sebagai penambang timah. Walaupun beberapa juga ada yang menjadi petani lada. Meski saat ini harga lada di pasaran dunia juga mulai tinggi.

Di Kabupaten Belitung Timur saja saat ini sebanyak 4.505 orang terjun melimbang biji timah, mencari peruntungan nasib seiring harga yang merangkak naik belakangan ini. “Cukup banyak pelimbang saat ini, apalagi di sakan yang banyak timahnya. Kondisi harga biji timah saat ini mencapai Rp.150.000/kg, tentu banyak warga melimbang timah untuk mencari tambahan penghasilan,” ungkap salah satu penambang di Kecamatan Sijuk.

Dengan kondisi harga biji timah saat ini, banyak warga yang mulai melimbang di sela-sela waktu kosongnya. Mulai dari ibu-ibu, remaja sampai anak-anak, mereka rela menghabiskan waktu santainya untuk pergi ke penambangan yang ada di sekitar tempat tinggalnya. ”Lumayan buat tambahan uang jajan dari pada main gak jelas,” ungkap salah satu remaja yang sedang asik menambang.

Walaupun banyak dari penambang ini adalah ibu rumah tangga, tetapi mereka tidak melupakan kewajibannya sebagai ibu rumah tangga. Begitu juga dengan para remaja yang masih duduk di bangku sekolah, mereka tetap berangkat ke sekolah dan tidak melupakan kewajibanya untuk belajar. Setiap pagi setelah para ibu-ibu ini selesai menyelesaikan pekerjaannya barulah mereka berangkat menuju lokasi penambangan. Begitu juga dengan remaja yang bersekolah ini, setelah pulang sekolah mereka baru melimbang. ”Dari pada gak ada kerjaan di rumah mending kita ngelimbang,” ucap Rosmini dengan logat daerah Belitung.

Tidak begitu sulit untuk melimbang, para penambang ini cukup membawa wajan yang biasa mereka gunakan sehari-hari untuk memasak. Dengan hanya bermodalkan wajan kita langsung bisa ikut melimbang. Namun ada trik-trik khusus yang harus dipelajari dari para penambang ini. Bagi mereka para penambang pemula harus bisa memainkan tangan-tangan halus mereka memutarkan wajan di aliran air tambang, agar mendapatkan biji timah. Terlihat mudah, namun tetap harus memiliki keahlian atau bakat khusus untuk mendapatkan biji-biji timah ini.

Keberadaan pelimbang cukup banyak di lokasi tambang timah yang berada di Kecamatan Sijuk, Kecamatan Badau, dan Kecamatan Membalong. Mereka mencari timah dengan melimbang di sekitar sakan, jumlah pelimbang bisa mencapai sekitar 30 orang setiap sakan. Seperti sudah menjadi kebudayaan sendiri bagi masyarakat belitung, melimbangpun kini menjadi rutinitas mereka.