Saipul Jamil. Foto: Herman Zakharia/Liputan6.com

Diamma.com- Pelaku pelecehan seksual pada anak di bawah umur, Saipul Jamil menanggapi pemboikotan dirinya pasca muncul di televisi.

Melansir dari Tribunnews.com, kebebasan Saipul Jamil menuai banyak kontra di kalangan masyarakat karena dinilai mengglorifikasi, lantaran dijemput naik Porsche dan diberi bunga.

Terlebih, ia juga tampil di salah satu acara televisi dan YouTube. Masyarakat menolak Saipul Jamil untuk muncul di publik tanpa rasa malu dan rasa penyesalan akibat dari perbuatannya.

Kini, Saipul Jamil akhirnya buka suara ketika ditemui awak media bahwa ia tak ambil pusing mengenai petisi pemboikotan dirinya dan menghargai pendapat masyarakat.

“Cuma ya saya orangnya itu sebenarnya masa bodo, jadi orang nyibir saya, saya biarin,” tuturnya.

Pedangdut 41 tahun ini, enggan menanggapi petisi boikot dan berbagai ujaran kebencian yang lain. Ia mengaku kasihan apabila harus mempermasalahkan para haters. Menurutnya, itu menjadi hak masyarakat untuk menyampaikan pendapat soal dirinya.

“Cuma kalau saya nggak mau terlalu mempersoalkan, kasihan, bukan apa-apa,” terangnya

Meski begitu, Saipul Jamil berharap para pembencinya bisa berbalik menjadi penggemarnya.

“Saya berdoa, mudah-mudahan siapa tahu orang yang nggak suka jadi cinta. Tidak menghambat, Alhamdulillah paling kalau baca komen haters sesaat doang sebalnya,” jelasnya.

Sementara itu, munculnya Saipul Jamil di layar kaca dikhawatirkan akan membangkitkan trauma korban. Menurut Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra merespon Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
keluarga korban membutuhkan keberpihakan dari pelbagai pihak dan masyarakat.

“Di antara yang paling penting menghindari trauma korban. Ini yang harusnya menjadi pertimbangan yang dikedepankan semua pihak,” ucapnya pada Sabtu (11/9).

Anak-anak membutuhkan informasi layak yang dapat mendukung tumbuh kembang dan kesejahteraannya, sehingga terhindar dari perlakuan salah.

“Jangan sampai ada anggapan peristiwa pedofilia menjadi peristiwa biasa, bukan kejahatan yang harus menjadi perhatian semua pihak,” imbuh Jasra.

Data aduan KPAI sepanjang Januari-Juni 2021 ada 3.668 kasus aduan diberbagai kluster pemenuhan dan perlindungan anak.

Disamping kluster keluarga dan pengasuhan alternatif yang paling tinggi pertama sebanyak 1.334 kasus, kemudian disusul kluster perlindungan khusus anak terutama anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis serta kekerasan seksual sebanyak 1.245 kasus.

Penulis: Sarah Nurzakiah
Editor: Rianty Danista