Diamma.com- Kasus Covid-19 kian bertambah di Indonesia mencapai 917.015 kasus. Sebanyak 26.282 orang meninggal dan 745.935 orang sembuh di informasi terbaru Senin (18/1/21).
Vaksinasi menjadi salah satu kunci menekan tingginya angka kasus yang belum turun, terutama Indonesia. Salah satunya vaksin Pfizer yang akan dipakai juga oleh Indonesia, tetapi masih dalam tahapan pembebasan hukum jika terjadi efek samping.
“Mereka memang minta perlakukan khusus dari pemerintah untuk dibebaskan dari klaim hukum baik jangka pendek maupun jangka panjang terhadap kasus efek samping dari vaksin mereka. Itulah sebabnya, Pfizer dengan dimanapun mereka melakukan deal, mereka minta itu langsung dilakukan dengan pemerintah,” dikutip dari cnnindonesia.com dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR, Kamis (14/1) lalu.
(Baca Juga: INFOGRAFIS: Mengenal 6 Jenis Vaksin yang Didistribusikan di Indonesia)
Terkait banyaknya kasus meninggal dunia setelah di vaksinasi memakai produsen asal Amerika Serikat ini, terutama negara Norwegia tercatat ada 29 orang meninggal dunia. Namun, penyebab kematian yang sebenarnya memang belum terungkap dan sedang diinvestigasi secara intensif.
Melansir dari Detik.com, dalam keterangan tertulisnya, Norwegian Medicines Agency (NOMA) menyebut semua kematian setelah pemberian vaksin Pfizer. Namun, belum diketahui apakah ini akibat vaksinasi, atau kondisi medis bawaan pasien.
“Reaksi umum terhadap vaksin termasuk demam dan mual, yang mungkin menyebabkan hasil yang fatal untuk beberapa pasien yang lemah,” kata dokter kepala Norwegian Medicines Agency (NOMA), Sigurd Hortemo.
(Baca Juga: INFOGRAFIS: Orang yang Tak Dibolehkan dan Diprioritaskan Vaksin Covid-19)
Kekhawatiran juga dirasakan negara Australia, lantaran sudah menyepakati pembelian vaksin Pfizer sejumlah 10 juta dosis. Dalam hal ini, pakar kesehatan di Australia meyakini vaksin Pfizer aman digunakan.
“Mungkin hanya kebetulan, bahwa orang dengan masalah kesehatan yang kronis menyerah pada penyakit parah mereka daripada karena vaksin itu,” sebut pakar penyakit menular, Profesor Sanjaya Senanayake dikutip dari detik.com.
Penulis: Nafis Arsaputra
Editor: Rianty Danista