Diamma.com- Sengketa antara China dan Indonesia terkait perairan Laut Natuna terus berlanjut. China tetap merasa berhak atas wilayah Laut Natuna karena termasuk wilayah Laut China Selatan yang sebagian sudah diklaim dengan dalil nilai historis. Melihat hal tersebut Indonesia tak terima atas klaim ini dan akan mengambil langkah tegas atas Natuna.
Pemerintahan Presiden Xi Jinping juga menganggap klaimnya sah atas perairan tersebut di mata hukum internasional, termasuk dalam UNCLOS 1982.
“Saya ingin menekankan bahwa posisi dan proposisi China ini mematuhi hukum internasional, termasuk UNCLOS. Jadi apakah Indonesia terima atau tidak, penolakan tidak akan mengubah fakta objektif bahwa China memiliki hak dan kepentingan atas perairan terkait,” jelas juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang, dalam jumpa pers rutin di Beijing pada Kamis (2/1), melansir CNN.com.
Selain itu, pengadilan Internasional sudah membuat garis putus-putus pada tahun 2016 mengenai Laut China Selatan, namun negara tersebut menolak keputusan yang sudah dibuat dengan alasan bahwa Laut China Selatan milik mereka secara de facto.
“Pihak China secara tegas menentang negara mana pun, organisasi, atau individu yang menggunakan arbitrasi tidak sah untuk merugikan kepentingan China,” kata juru bicara Menteri Luar Negeri Republik Rakyat China, Geng Shuang, dalam keterangan pers reguler, 2 Januari 2020, melansir dari situs Kementerian Luar Negeri RRC, Jumat (3/1).
Permasalahan ini bermula dari Kapal-kapal coast guard China yang memasuki perairan Natuna, Indonesia dan diduga mencuri ikan di 3,8 Nautical Miles dari garis Zona Ekonomi Indonesia (ZEE). Hal ini dikarenakan China memiliki zona tersebut berdasarkan nine dash line.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan telah terjadi pelanggaran oleh kapal-kapal China di wilayah ZEE Indonesia. Wilayah ZEE Indonesia telah diakui hukum internasional melalui penetapan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 dan China juga merupakan salah satu anggota dari konvensi PBB UNCLOS 1982.
“Oleh karena itu merupakan kewajiban bagi Tiongkok untuk menghormati implementasi UNCLOS 1982,” ujar Retno.
Selain itu, Retno juga mengatakan bahwa pemerintah Indonesia tak akan pernah mengakui nine dash line secara sepihak seperti yang dikatakan oleh China dan akan tetap berpegang teguh pada ketetapan UNCLOS 1982.
Untuk itu, Pemerintah Indonesia telah mengirim Tentara Nasional Indonesia untuk meluncurkan operasi siaga tempur ke Natuna terkait pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh China. Operasi itu dilakukan oleh Koarmada 1 dan Koopsau 1 dengan alat utama sistem senjata (Alutsista) yaitu 3 KRI, 1 pesawat intai maritim, dan 1 pesawat Boeing TNI AU.
Penulis: Sarah Nurzakiah
Editor: Rahma Angraini