Irwan (kedua dari kiri) dan Fetra (ketiga dari kiri) menceritakan pengalaman mereka masing-masing di Pameran Karya Jurnalistik. Foto: Diamma.com/Adhyasta Dirgantara

Diamma.com – Hingga saat ini, kekerasan yang tertuju pada wartawan masih sering terjadi. Padahal, pekerjaan wartawan dilindungi oleh Undang-Undang.

Salah satu contoh, dalam demo yang terjadi beberapa minggu lalu. Salah satu wartawan Tirto mendapat perlakuan tidak enak dari aparat, juga wartawan Narasi TV yang hp nya dirampas. Bahkan wartawan Okezone yang juga mendapati motornya dibakar.

Untuk itu, dua pria yang menjadi pimpinan dalam medianya masing-masing, Wakil Pemimpin Redaksi Okezone Fetra Harlandja dan Direktur PT Mata Milenial Indonesia M Irwan Ariefyanto mengatakan bahwa kekerasan terhadap wartawan bisa terjadi karena banyak faktor. Hal ini mereka ungkapkan dalam Pameran Karya Jurnalistik yang diselenggarakan oleh mahasiswa Jurnalistik Politeknik Negeri Jakarta (PNJ) selama 25-26 Oktober.

“Sebenarnya kekerasan itu terjadi karena banyak faktor. Tidak harus karena beritanya, atau justru malah kesalahan wartawan,” ujar Fetra di Perpustakaan Nasional.

“Kalau kita telaah, wartawan Okezone yang motornya kebakar pas demo, Dia gak mencium suasana. Padahal posisi aman saat demo itu harus berada di belakang aparat,” lanjutnya.

Lebih lanjut, Fetra mengatakan setiap wartawan harus memikirkan keselamatan dirinya juga. Dia mengingatkan kepada para mahasiswa untuk selalu jeli melihat keadaan ketika ingin meneruskan karir sebagai wartawan.

“Kalau di depan aparat, 90% wartawan bakal kena sasaran. Jadi wartawan harus jeli, ketika situasi memanas, ya harus geser. Ketika kalian punya id pers, bukan berarti kalian dilindungin. Bisa jadi kita yang jadi korban. Jadi kuncinya patuhi SOP di kantor masing-masing,” pesan Fetra.

Selain itu, Irwan juga turut memberikan contoh kasus kekerasan wartawan. Dia pun mengangkat kasus wartawan Harian Bernas bernama Udin yang tewas karena berita.

“Saya masih ingat tahun 1994, wartawan Udin meninggal karena berita yang dia buat menyudutkan pejabat sehingga dia dibunuh. Baru-baru ini di Bali juga ada. Tapi sekali lagi itu resiko. Karena jadi wartawan itu asyik,” ucap Irwan.

Sayangnya, menurut Irwan masih banyak wartawan yang suka tidak memikirkan keselamatannya. Padahal, pimpinan media zaman sekarang tidak pernah memaksa para wartawannya untuk melakukan hal bodoh.

“Kita harus jaga keamanan juga kalo ada demo yang ujung-ujungnya rusuh. Saya selalu cari selamat. Tapi wartawan bandel, mereka nyelap nyelip, apalagi wartawan foto. Mereka selalu cari foto terbaik. Kalau wartawan tulis kan mereka dari jauh aja bisa menggambarkan. Sekarang semua Pemred rasional, karena kalau ada apa-apa itu tanggung jawab pimpinan. Pimpinan itu punya tanggung jawab besar terhadap wartawan. Kita tidak mungkin memaksa wartawan untuk melakukan hal-hal bodoh,” tukasnya.

Reporter: Adhyasta Dirgantara
Editor: Gadis Ayu Maharani