Diamma.com – Sumpah Pemuda 1928 adalah pelajaran penting bagi seluruh elemen Bangsa Indonesia. Sumpah Pemuda tahun 1928 adalah sebuah keuntungan luar biasa yang tidak dimiliki oleh bangsa lain di dunia ini. Di usia yang masih muda, belum terdidik secara matang, dalam keadaan penjajahan, penuh keterbatasan, namun justru pada masa itulah para pemuda menjadi arsitek dalam membangun pondasi rasa persatuan Indonesia.
Rentang waktu 84 tahun tersebut menjadi bab penting bagi Indonesia saat ini, bab penting akan pentingnya sebuah karakter nasional. Mari kita berkaca 84 tahun setelah karakter nasional pertama kali dibangun. Apakah kita masih memiliki karakter nasional?
Ukuran Rasionalitas
Rasionalitas dari kejujuran kemudian digantikan dengan kebohongan, begitu juga dengan rasionalitas kebenaran ditutupi dengan kemunafikan, semua hal yang telah terbalik tersebut diakui menjadi tradisi umum kita, Sehingga kita lebih memilih untuk mengikuti apa yang sudah terbiasa dianggap sebagai pilihan yang rasional. Dalam ruang lingkup kecil saja kita telah kehilangan karakter nasional kita, membiasakan hal-hal kecil yang salah menjadi sebuah kelaziman adalah sebuah kesalahan.
Korupsi, konflik SARA, ketidakmerataan distribusi ekonomi, kesemerautan tata pemerintahan, terorisme adalah sebuah gambaran kecil dari lemahnya karakter nasional kita. Kita menjadi terfragmentasi dalam sebuah batas-batas sosial yang menjadi sumber penghambat kita kearah pembangunan. Sulitnya kita beradaptasi dengan sesama dari kita adalah hal yang sangat memalukan, terlebih 84 tahun lalu kita sudah bersumpah akan rasa persatuan itu.
Tantangan Globalisasi
Indonesia yang semakin terintegrasi dengan dunia membuat kita niscaya untuk hidup saling keterkaitan dengan negara-negara lain di dunia. Bukan hanya secara ekonomi, politik dan keamanan saja, melainkan melalui perkembangan arus informasi yang sangat cepat melampaui batas negara yang semakin terintegrasi. Perkembangan arus informasi yang sangat cepat tersebut menyebabkan nilai-nilai dari bangsa lain ikut terbawa dan menyebar dengan mudah. Joseph S. Nye, Jr Dalam tulisannya “Power and Interdependence in the information age” menyatakan bahwa dunia berada dalam sebuah relasi saling keterhubungan yang sangat kompleks, yang artinya semakin terhubung antara hubungan sosial dan politik suatu negara dengan negara yang lainnya.
Secara sederhana, terlebih dalam sistem politik demokrasi yang menjunjung tinggi peran masyarakat, masyarakat akan menentukan apa yang akan digunakan, apa yang disukai dan apa yang pentingnya baginya, Disinilah letak perlunya karakter nasional kita sebagai Bangsa, apabila kita tidak memiliki karakter nasional yang kuat, yang terjadi adalah pelemahan terhadap nilai-nilai kita sendiri secara tidak terlihat. Globalisasi akan menguji karakter nasional kita. Apakah kita tetap bertahan pada nilai-nilai kita atau tidak.
Arus informasi dan komunikasi telah mengalir dengan deras, telah membawa masuk nilai-nilai baru. Ironisnya, dengan mudah kita menggantikan nilai-nilai dari negara kita sendiri dengan nilai-nilai baru tersebut.
Tidak ada yang salah memang mengenai nilai-nilai baru yang masuk, namun nilai-nilai tersebut seharusnya teruji oleh nilai-nilai dari kita sendiri, sehingga menentukan kepantasan nilai-nilai tersebut untuk hidup diantara kita. Saya tidak pernah membayangkan bahwa lebih banyak dari kita yang ikut dalam pelatihan tarian gangnam dibandingkan tari Bali, atau tidak pernah juga saya membayangkan kalau lebih banyak dari kita tidak hafal pancasila dan justru lebih hafal lirik lagu negara lain meskipun sebagian dari mereka tidak mengerti artinya. Oleh sebab itu, apabila karakter nasional kita tidak kuat, niscaya kita akan mengalami terus pelemahan. Begitu semakin kita melemah, semakin kita tidak dapat menentukan jalan kita sendiri.
Menemukan Kembali Karakter Bangsa !
Kita harus sadar bahwa untuk membawa Bangsa ini menjadi sejahtera akan banyak tantangan dan hambatan yang dihadapi. Namun, karakter nasional dari kita sendiri akan menentukan arah gerakan kita ke arah itu. 84 tahun yang lalu, Sumpah Pemuda 1928 menjadi momentum akan tumbuhnya karakter nasional Bangsa kita. Kita sebagai Bangsa yang besar, sudah seharusnya kita belajar dari sejarah bangsa kita sendiri, sebab dari situlah kita berasal. Bukan belajar dari siapapun di luar sana, mengadaptasi setiap irasionalitas yang tidak sesuai dengan Bangsa kita. Karakter Bangsa ini ditentukan oleh kita, bahwa cita-cita dan nilai-nilainya tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dari rasa kebersamaan akan pentingnya nilai, prinsip, norma dan budaya kita sendiri.
Karakter yang kuat akan menentukan lingkungan yang dihadapi, sedangkan karakter yang lemah akan ditentukan oleh lingkungan yang dihadapi. Karakter nasional kita dapat tumbuh melalui pendidikan, karena dari situ nilai-nilai Bangsa kita seharusnya diajarkan. Sehingga pendidikan dapat membentuk karakter nasional setiap kita yang kemudian menentukan arah berjalannya Bangsa ini.
Kita adalah pasukan sosial yang memiliki kemampuan untuk melakukan perubahan budaya dan mempengaruhi orang lain, yang pada akhirnya membawa setiap orang ke dalam sebuah perasaan kebersamaan (sense of community). Pemuda 1928 telah membuat perubahan. 84 tahun setelah mereka adalah giliran kita.
Kita semua adalah cerminan karakter nasional itu sendiri!
Oleh: Steven Yohanes Polhaupessy, Mahasiswa Hubungan Internasional UPDM (B)
Editor: Deska Yunita.