Diamma.com – Wakil ketua Komisi Pembrantasan Korupsi (KPK), Busro Muqoddas, kembali menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap rencana perubahan Undang-Undang KPK yang diajukan oleh Komisi III DPR RI.
Dalam acara launching buku di Universitas Muhammadiyah beberapa hari lalu, Busro bersuara mengenai perubahan Undang- Undang No.30 tahun 2002, yang selama ini menjadi dasar hukum KPK dalam melakukan tindak pembrantasan korupsi.
“Ilmu tanpa sukma atau tanpa ruh atau tanpa jiwa melahirkan pelanggaran amanah, tidak hanya melemahkan kementrian dan koruptor juga, namun juga adanya upaya pelemahan lembaga pembrantas korupsi, seperti KPK,” ungkap Busro. Ia sangat menyayangkan sikap Komisi III, yang sangat ingin melemahkan fungsi KPK.
Busro kembali memaparkan, hal-hal apa saja yang ingin dirubah oleh Komisi III DPR. “Seperti pada poin penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, ada yang ingin dirubah oleh Komisi III, yaitu kewengan KPK dikurangi menjadi hanya penyelidikan, dan penyidikan,” ungkap Busro. Ia menambahkan, pencabutan kewenangan penuntutan karena KPK, selalu berhasil menjadikan 240 terdakwa yang ditanganinya selama ini menjadi tersangka.
Selain poin penuntutan yang ingin dihilangkan, poin lain yang ingin diganti oleh Komisi III DPR adalah batas minimal kasus korupsi yang akan ditangani oleh KPK. KPK hanya diperbolehkan menangani kasus korupsi minimal 5 miliar atau lebih.
Busro menyatakan, hal itu sangat mempersulit kerja KPK. “Jika ada kasus korupsi dengan nilai lima miliar kurang seratus ribu, maka itu bukan kewenangan KPK. Padahal tadinya batas minimalnya adalah 1 miliar, jadi itu bisa menjadi celah bagi para koruptor untuk melakukan korupsi lebih banyak lagi dengan catatan uang korupsinya tidak sampai jumlah lima miliar,” tambahnya.
Kewenangan KPK untuk melakukan penyadapan pun, menjadi sasaran revisi Komisi III. “Jadi kalau KPK ingin melakukan penyadapan harus seizin pengadilan, apa jadinya kalau yang mau kita sadap orang pengadilan,” ujarnya dengan nada agak kesal.
Yang paling membuat Busro miris adalah, seluruh fraksi yang ada di Komisi III menyetujui draf revisi tersebut. “Seluruh fraksi tidak ada yang tidak setuju, semua menyetujuinya termasuk partai demokrat,” masih menurut Busro.
Ia menganggap, fraksi di DPR hanya kepanjangan tangan dari partai politik, dan partai politik adalah sumber terbesar para koruptor. Seperti data yang ada pada KPK, sebanyak 83 dari 240 orang yang terpidana kasus korupsi berasal dari partai politik, dengan perincian 46 anggota DPR dan DPRD 29 orang walikota atau bupati dan 8 gubernur.
Sehingga menurut Busro, partai politik takut akan hasil kerja KPK selama ini, sehingga partai poitik ingin melamahkan KPK baik secara fungsional dan keorganisasian.
Reporter: Bagus Prayogo / Foto: Poskota.co.id
Editor: Frieska M.