Diamma.com – Beberapa hari lalu, ketika saya beranjak untuk mencari ilmu dan memutuskan untuk pergi menggunakan bus kota. Dalam sebuah perjalan panjang, ditengah hingar bingar keramaian kota, saya pun takjub melihat gedung-gedung megah berdiri kokoh, yang seakan memberikan janji manis terhadap kaum urban.
Ditemani matahari yang kurang bersahabat, melewati jalan-jalan besar yang penuh dengan keramaian. Seiring berjalannya bus tersebut, gedung-gedung itu pun mulai tenggelam. Hingga bus kota tersebut singgah sejenak pada salah satu kota tua di Jakarta, sepintas ada pandangan yang berbeda dari sebelumnya. Bangunan tersebut nampak tidak terawat.
Berkaca pada London, yang berhasil meraih predikat kota terbaik di dunia saat ini. London dengan sejuta pesonanya mampu menyuguhkan fasilitas dan destinasi moderen yang futuristik. Dilansir Telegraph, Sabtu 5 Mei 2012, para wisatawan menempatkan London sebagai kota terbaik di dunia lewat situs TripAdvisor. Dengan keadan itu wajar jika London dipercaya sebagai tuan rumah Olimpiade 2012.
Para wisatawan beranggapan bahwa London adalah kota yang mampu merasakan segala hal tentang masa lalu. Itu bisa dilihat dari bangunan Big Ben, Istana Buckingham, Katedral St Paul, dan Westminster Abbey. Di sisi lain, London juga menyuguhkan sisi modern di antaranya London Eye dan The Shard, yang akan menggantikan eksistensi London Bridge sebagai salah satu ikon kotanya.
Bagaimana dengan Jakarta?
Ribuan bangunan tua berdiri di Jakarta. Namun hanya sekitar 200–an bangunan bersejarah yang telah dilindungi atau dikonservasi. Beberapa diantaranya gedung peninggalan era kolonial di kawasan Menteng. Namun tak semua bangunan bersejarah yang nasibnya terurus seperti di kawasan tersebut. Sebut saja bangunan yang ada di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat.
Berdasarkan data Balai Konservasi Benda Cagar Budaya di Kota Tua terdapat hampir 250 bangunan tua sisa peninggalan kolonial dan Cina yang masih berdir, keadaanya miris. Sejumlah atap bangunan di Kota Tua terlihat rusak atau bangunan yang mulai kropos dimakan zaman. Pemilik bangunan enggan merawat. Sebagian tak lagi tinggal disana akibat trauma pasca kerusuhan Mei 1998. Banyak orang-orang Cina yang nampaknya rada enggan melestarikan, alasannya politis. Karena biasanya bangunan yang bergaya Cina di Glodok dan sekitarnya mereka trauma dengan huru-hara.
Mungkin bangunan tua di Jakarta ditinggalkan, karena tak ada nilai ekonomisnya. Tak ada kehidupan. Ini yang paling penting, kalau di sini ada kehidupan, semua akan berlomba-lomba memperbaiki gedung tuanya. Tidak hanya melestarikan secara arsitektural, tetapi kehidupan budaya di sana tetap berlangsung.”
Ketidakpedulian membuat bangunan bersejarah hancur dimakan zaman. Atau lenyap, dikalahkan kepentingan ekonomi. Padahal Jakarta berpotensi untuk meningkatkan pendapatan daerah dengan memancing para wisatawan. Bagaimana seluruh komponen saling mendukung untuk melaraskan fasilitas dan destinasi moderen yang futuristik.
Kenapa kita harus lestarikan ini karena sejarah itu akan membentuk jati diri bangsa kita. Jadi kalau kita tetep jaga bangunan sejarah, jati diri bangsa kita tetap terjaga. Dan bukan hal yang tidak mungkin jika kota markas besar The Jak Mania ini dipercaya sebagai penyelenggara Olimpiade 2016.
Penulis: Fadhis Abby Putra / Foto: Doc. Google.com
Editor: Erwin Tri Prasetyo