Diamma.com – Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia Jakarta (PBHI) bersama Lembaga Bantuan Hukum Street Lawyer (LBH SL) membongkar masa lalu Hatta Ali sebagai ketua Mahkamah Agung (MA) yang dinilai punya jejak buruk.

Hal ini terkait terpilihnya Hatta Ali sebagai Ketua MA menggantikan Harifin Tumpa.

Direktur LBH Street Lawyer, Rangga Lukita Desnata merasakan sendiri kebobrokan masa lalu Hatta Ali.

Rangga pernah dipukuli di Pengadilan Negeri Serang karena menjadi kuasa hukum warga Bayangkara yang tanahnya direbut oleh tokoh politik setempat.

Pemukulan diduga dilakukan oleh pihak tokoh politik. Rangga merasa, Hatta Ali yang saat itu menjabat Hakim Agung Muda Pengawasan Mahkamah Agung tidak merespon secara serius peristiwa pemukulan tersebut.

“Orang yang tidak memberikan kepastian hukum tidak pantas menjadi hakim agung. Menegakkan keadilan indonesia lebih sulit dari pada mencari jarum di tumpukan jerami,” kata Rangga kepada diamma.com, Selasa  (14/02).

Ketua PBHI Jakarta, Poltak Agustinus Sinaga berpendapat, Hatta Ali tidak layak menjadi ketua MA. Menurutnya, sebelum menjadi ketua MA, Hatta Ali talah menjabat sebagai Hakim Agung Muda yang memiliki jejak rekam yang buruk.

Poltak membongkar, Hatta Ali tercatat pernah mengabulkan gugatan Kasasi pihat R.S Omni Internasional terhadap Prita Mulyasari sewaktu Hatta Ali menjadi salah satu Hakim Agung.

Dalam kasus pencemaran nama baik, Prita Mulyasari dijerat oleh UU ITE. PBHI Jakarta menganggap kasus yang dialami Prita Muliasari merupakan salah satu kasus yang menunjukan rakyat kecil dirugikan oleh pelayanan kesehatan rumah sakit.

Hatta Ali juga pernah diperiksa oleh Komisi Yudisial terkait sebagai saksi dalam perkara penyuapan terhadap pengacara Probosutejo, Harini W.

Selain itu, Hatta Ali mengurangi masa tahanan terpidana Artalyta Suryani dari lima tahun penjara menjadi empat tahun enam bulan penjara, terkait kasus penyuapan terhadap Jaksa Urip Tri Gunawan.

Poltak memang menyadari Hatta Ali memiliki independensi saat menjadi hakim, namun sayangnya Hatta Ali sering memberikan agumentasi hukum yang tidak jelas.

“Indonesia membutuhkan ketua mahkamah agung yang besar menegakan keadilan. Hatta Ali harus tahu bahwa Mahkamah Agung adalah benteng terakhir kebenaran dan keadilan,” kata Poltak.

Poltak juga mengendus bau isu suap atas terpilihnya Hatta Ali. Tambahnya, isu itu wajar saja adanya karena Hatta Ali memiliki masa lalu yang sangat buruk. Jika memang isu itu tidak benar, Poltak menantang Hatta Ali untuk membuktikan gebrakan baru yang berasaskan keadilan.

“Ini menjadi tantangan yang serius untuk menjawab permasalahan di MA. Kinerja dan sistem MA harus diperbaiki. Buktikan kepada masyarakat dalam 100 hari masa kerja,” tantangnya.

Dalam catatan PBHI Jakarta dan LBH Street Lawyer, masih terdapat ribuan kasus penyelesaian perkara di MA yang belum tuntas. PBHI Jakarta dan LBH Street Lawyer berharap Hatta Ali harus mampu membuktikan dengan mendorong eksekusi terhadap putusan MA yang sudah memiliki kekuatan hukum.

Dalam kasus GKI Yasmin, Mahkamah Agung telah memenangkan pihak GKI Yasmin yang terbukti sah dan berhak atas bangunan gereja GKI Yasmin.

Tetapi, eksekusinya terlihat belum memiliki kekuatan hukum yang “bergigi” karena putusan MA tidak dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan Walikota Bogor.

Reporter: Fadhis Abby & Rionaldo / Fotografer: Fadhis Abby.

Editor: Friska M.