Aksi warga Tanah Merah didepan Depdagri

Diamma.com – Tepat di depan gedung Departemen Dalam Negeri (Depdagri), warga Tanah Merah membangun toilet permanen pada hari ke-20 mereka menetap di depannya.

Toilet ini dibangun dengan beton, batako, dan semen. Aksi ini sebagai bentuk tuntutan mereka yang belum dipenuhi oleh Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi.

Koordinator Lapangan aksi, Aris Wiyono, mengatakan bahwa aksi ini dipicu oleh pernyataan Mendagri yang kurang menyenangkan di hadapan anggota DPR.

“Di depan anggota DPR, Mendagri mengatakan silahkan kepada warga Tanah Merah untuk tinggal sampai 100 tahun lamanya di sini (Depdagri). Kami tidak senang mendengarnya. Maka kami bangun MCK ini,” tukas Aris.

Aris melanjutkan, jika aksi ini masih dihiraukan oleh Mendagri, warga Tanah Merah akan membangun bangunan lain untuk mereka dapat menetap lebih lama di depan gedung yang terletak di Jalan Medan Merdeka Utara.

“Kami (warga Tanah Merah) hanya ingin Menteri keluar dan bertemu rakyatnya. Juga memberikan pernyataan kepada media. Hanya itu tuntutan kami,” jelas Aris.

Aris mengungkapkan, bertemunya Mendagri dengan warga Tanah Merah diharapkan dapat memberikan kejelasan mengenai masalah identitas yang dialami oleh warga Tanah Merah.

“Semoga pak Menteri bisa memberikan kejelasan mengenai masalah ini. Jika yang salah Gubernur, kita akan pindah dan demo ke kantornya,” cetus lelaki berumur 33 tahun ini.

Aris juga menekankan, warga Tanah Merah siap mempertahankan bangunan toilet ini jika ada yang ingin membongkarnya. “Kami sudah menancapkan bendera perang kepada siapa saja yang ingin membongkarnya,” tegas Aris.

Selain membangun bangunan permanen, warga Tanah Merah mengancam akan memblokade jalan depan gedung Depdagri jika Mendagri belum mau juga keluar untuk bertemu mereka.

Sudah 20 hari lamanya warga Tanah Merah menginap didepan gedung Depdagri, tetapi Mendagri belum kunjung muncul juga. Sebelumnya, warga Tanah Merah melakukan aksi menggantung bra untuk menyindir Mendagri.

“Mendagri harus keluar. BH itu menandakan kalau dia banci jika tidak mau keluar,” ucap Aris.

Hampir 30 tahun warga Tanah Merah hidup tanpa identitas yang resmi. “Setiap kami mau membuat KTP atau KK, kita harus menembak atau membayar sebesar tigaratus ribu rupiah. Itupun KTP kita tidak sesuai dengan domisili kita,” tutur Aris kepada diamma.com.

Di Tanah Merah sendiri terdapat tiga kelurahan dengan tiga puluh lima ribu jiwa tinggal dan identitas mereka sampai sekarang belum diakui oleh negara. Setiap adanya pemilihan, pada kartu pemilih mereka tertera RT 000 RW 000.

Reporter : Rionaldo H / Fotografer : Rionaldo H

Editor : Erwin Tri P.