Ilustrasi pemudik menjelang lebaran.
Foto: Shutterstock.com

Diamma.com- Kegiatan mudik atau pulang ke kampung halaman menjadi rutinitas mayoritas masyarakat Indonesia tiap tahun khususnya pada saat bulan puasa menjelang lebaran untuk kembali menemui sanak saudara.

Tetapi, berbeda dengan tahun ini disebabkan kondisi di Indonesia yang masih belum stabil. Pelarangan mudik oleh pemerintah dinilai sebagai langkah yang tepat. Pasalnya, memaksakan mudik dalam kondisi seperti ini memungkinkan untuk menimbulkan klaster baru.

Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH., Dr. PH menjelaskan penularan COVID-19 lantaran jarak manusia dengan yang lainnya saling berdekatan sehingga mudahnya pemaparan karena tidak ada perantara. Sehingga solusi terbaik adalah membuat jarak atau kontak antar manusia sedikit mungkin.

Namun, Mudik berpotensi menciptakan kerumunan, baik saat perjalanan maupun di kampung halaman. Apalagi, lanjut Prof. Thabrany, jika berkumpul itu sifat manusia kerap lupa menjaga jarak atau menerapkan protokol kesehatan. “Ini kalau tidak dikendalikan akan menimbulkan kasus baru,” ujar Prof. Thabrany, Kamis (15/4).

Menurutnya, silaturahmi dapat dilakukan dengan teknologi seperti telepon atau video call. Mengenai anggapan mudik bisa menggerakkan ekonomi daerah disaat pandemi, Prof. Thabrany mengatakan, banyak hal lain yang bisa dilakukan selain mudik. Misalkan, ongkos mudik yang nilainya tidak sedikit bisa dialihkan untuk investasi di darah.

Lagi pula saat ini mudah untuk mengirim uang buat keluarga atau sanak saudara di daerah melalui layanan perbankan. Uangnya tetap bisa dibelanjakan di kampung halaman dan roda perekonomian di daerah tetap berjalan tanpa harus mudik. Atau bisa juga ongkos mudik dialihkan untuk membantu yayasan yatim piatu atau lembaga pendidikan.

“Jadi ongkos mudik bisa digunakan hal yang lebih produktif,” kata Prof. Thabrany.

Sebaliknya, jika muncul lonjakan kasus baru karena memaksakan mudik justru akan menyebabkan pemerintah mau tidak mau akan melakukan pengetatan lagi yang menyebabkan juga orang makin tidak bergerak ekonomi juga tak bergerak. Sehingga jangka panjangnya, kalau tidak dilarang mudik justru dampak pertumbuhan ekonomi akan lebih besar.

“Karena lonjakan kasus baru akan menimbulkan reaksi ketakutan baru. Ekonomi melambat juga,” tegasnya.

Penulis: Nafis Arsaputra
Editor: Donny Alamsyah