Seorang pemrotes melemparkan kembali gas air mata ketika ribuan polisi berbaris di markas polisi dalam perjuangan mereka melawan pemerintah Hong Kong. Foto: Aidan Marzo/SOPA Images/REX/Shutterstock

Diamma.com – Kelompok-kelompok hak asasi dan aktivis demokrasi menuduh polisi di Hong Kong menggunakan kekuatan yang berlebihan, usai gas air mata ditembakan ke stasiun kereta bawah tanah.

Selain itu, mereka juga memprotes taktik yang dilakukan oleh kepolisian, di mana banyak petugas kepolisian yang menyamar sebagai pengunjuk rasa guna melakukan penangkapan terhadap para pengunjuk rasa lainnya.

Man-Kei Tam, seorang direktur Amnesti Internasional Hong Kong mengakui bahwa situasi unjuk rasa semakin memanas selama akhir pekan kemarin.

“Selama akhir pekan kemarin bentrokan antara pengunjuk rasa dan
polisi semakin meningkat. Terutama dari pihak kepolisian,” ujar Tam.

Tam juga menunjukan rekaman video polisi yang menembakan gas air mata ke stasiun kereta bawah tanah pada Minggu malam (11/08) di Kwai Fong. Tidak jelas berapa banyak pengunjuk rasa yang berada di dalam stasiun pada saat itu, namun baginya kejadian tersebut sangatlah jarang dilakukan oleh kepolisian Hong Kong.

Tam mempertanyakan perlunya kekuatan seperti itu, padahal dalam kasus ini ia menganggap bahwa pengunjuk rasa tidak menunjukan adanya ‘Agresi’ terhadap petugas.

“Ini semua jelas tindakan yang buruk,” pungkasnya.

Unjuk rasa pro-demokrasi di Hong Kong berlangsung hingga minggu ke-10 pada hari Senin (12/8), tanpa adanya indikasi bahwa kedua pihak akan mundur. Kepolisian Hong Kong juga telah melaporkan cedera di antara barisan mereka, termasuk iritasi mata yang diakibatkan oleh laser dan juga luka bakar akibat molotov.

Pengamat Hak Sipil, sebuah kelompok hak asasi lokal yang mengirim seseorang untuk berunjuk rasa juga mengatakan bahwa pihaknya sangat serius tentang kekerasan yang dilakukan oleh kepolisian dan telah melihat “bukti yang sangat jelas yang menunjukan bahwa mereka melanggar pedoman mereka”, ujar Icarus Wong, Juru bicara Pengamat Hak Sipil.

Penulis: M Haedar Fashal
Editor: Gadis Ayu Maharani