Diamma – Seperti biasa, bulan kembali percayai matahari untuk menyinari bumi. Saat itu tak ada diskusi serius dari penghuni Indonesische Clubgebouw. Banyaknya perbedaan menginspirasikan Muhammad Yamin, Mr Sunario dan Soegondo, yang saat itu tergabung dalam Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia (PPPI) untuk merumuskan Sumpah Pemuda.
Bertumpah darah satu, berbangsa satu dan menjunjung bahasa persatuan, mampu mewakili semangat pemuda Indonesia. 28 Oktober, semangati bangsa layaknya hidup kembali. Semangat yang lama tertidur kini telah terbangun. Lagu Indonesia Raya bergemuruh mengiringi sumpah setia yang diikrarkan pemuda Indonesia.
Seperti menggit lidah sendiri, sumpah abadi kini telah luntur di tengah perjalanan panjang problematika bangsa. Tongkat estafet persatuan seakan tak mampu diterima dengan baik oleh pemuda bangsa sekarang. Mungkin sebagian kita sudah lupa, 28 Oktober sebagai hari sumpah pemuda, bahkan lebih parahnya lagi sebagian dari kita lupa bagaimana bunyi isi sumpah pemuda. Faktanya, tawuran pelajar dan perang antar suku masih sering menjadi headline media massa. Era reformasi ketika semangat perjuangan layak dipertanyakan, saat itu perbedaan atas nama suku, ras, dan agama sering diperjual-belikan mengatasnamakan komoditas politik kekuasaan. Saatnya pemuda mulai nyalakan kembali semangat persatuan, mengaplikasikan Sumpah Pemuda, Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila sebagai pedoman mensejahterakan rakyat.
Tak apa tak melihat pelangi di penghujung hujan, asalkan semangat persatuan mampu terjaga untuk menghangatkan di tengah badai besar negeri ini. Jangan hanya terlatih untuk terus membusungkan dada, bertindak anarkis merusak fasilitas umum sambil meneriakan aspirasinya, karena ibu kota pun sudah jenuh melihat tingkah lakunya, sambil berkata coba tunjukan mana karyamu, Pemuda!
Oleh : Fadhis Abby Putra
Editor: Rionaldo Herwendo