Diamma.com– Ikatan alumni Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) dan masyarakat di lingkup civitas akamedika menggugat adanya pelanggaran atau kecurangan di demokrasi Indonesia menjelang Pemilihan Umum 2024.
Gugatan tersebut dilaksanakan dalam bentuk aksi pernyataan sikap di depan Kampus I UPDM (B), Hang Lekir. Pada Jumat (09/02/2024), 16.00 WIB.
Aksi pernyataan sikap ini diberi nama Maklumat Hang Lekir “Moestopo Menggugat, Demokrasi Tidak Baik-Baik Saja”.
Dalam aksi pernyataan sikap “Maklumat Hang Lengkir” menyapaikan rasa kecewa serta mengkritik kebijakan Presiden Joko Widodo.
1. Calon wakil presiden tidak memenuhi syarat
Bayquni Bayu, dosen sekaligus alumni UPDM (B) dalam wawancara usai aksi pernyataan sikap, mengungkap adanya pelanggaran konstitusi terkait batas minimal usia calon wakil presiden.
“Jokowi telah melakukan pelanggaran kostitusi terkait pencalonan Gibran sebagai calon wakil presiden, dimana dia tidak memenuhi kriteria, namun hal itu dipaksakan untuk bisa masuk menjadi calon wakil presiden yaitu calon wakil presiden pasangan nomor dua,” ungkapnya.
Menurut UUD RI 1945 Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, menyebutkan “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah,”
2. Presiden tidak netral terhadap Pilpres 2024
Presiden Joko Widodo dianggap tidak netral dalam kontestasi Pemilihan Presiden 2024. Hal tersebut menjadi ramai usai Jokowi memperlihatkan UU Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 299.
UU Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 299 Ayat 1:
“Presiden dan wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan Kampanye”
Bayquni menyebutkan bahwa pejabat pemerintah tidak boleh berkampanye jika calon memiliki hubungan darah.
“Jokowi memperlihatkan undang-undang kampanye bahwa pejabat pemerintah boleh berkampanye, namun dia tidak teruskan bahwa pejabat pemerintah boleh berkampanye selama tidak ada ikatan darah dan itu tiga tingkat, bahkan sampai cucu,” sebut Bayquni.
“Nah Gibran itu kan anaknya Jokowi. Artinya apa? dia sudah melanggar aturan itu dan dia tidak boleh melakukan pelanggaran itu,” lanjutnya.
Namun, pernyataan Bayquni tersebut masih dalam bentuk gugatan dari seorang Advokat, Gugum Ridho Putra yang meminta Mahkamah Konstitusi (MK) merubah atau menambah tiga pasal dalam UU No. 7 Tahun 2017.
3. Presiden menggunakan dana bansos untuk kampanye
Jokowi diduga menggunakan dana bantuan sosial (bansos) untuk kegiatan kampanye. Hal tersebut karena penyaluran bansos tersebut dilaksanakan ditengah musim kampanye. Selain itu, terdapat indikasi ditemukannya stiker bergambar calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut dua pada kantong beras bansos yang disalurkan pemerintah.
“Bansos itu kan dari APBN, dia mengambil untuk kegiatan kampanye yang seharusnya itu dibagikan ke masyarakat yang berhak, ini kan sudah melanggar,” jelas Bayquni
Bayquni menegaskan bahwa Indonesia adalah negara yang berdasar kepada hukum. Maka, perilaku Jokowi tersebut harus diadili secara hukum.
“Nah ketika itu terjadi pada presiden bahwa Jokowi melakukan pelanggaran hukum, maka yang dilakukan adalah Jokowi diadili, Jokowi ditarik secara hukum,” tegas alumni UPDM (B) tersebut.
“Artinya disini jelas Jokowi telah melanggar, untuk itu hasil peniliaian Presiden Jokowi memproleh nilai 1,2. Kami tidak asal bicara, kami berbicara bedasarkan dengan data dan fakta,” sebut Bayquni di dalam aksi pernyataan sikap.
Penulis: Rafid Ahmad Fauzi
Editor: Aryo Hadi