Tumpukan sampah menjadi hunian baru bagi beruang kutub. Foto: Google.com

Diamma.com – Keadaan darurat terkait sekelompok beruang kutub yang berkeliaran di desa Belyushya Guba, di utara Novaya Zemlya, ditindak oleh otoritas setempat, Selasa (5/3/2019).

Novaya Zemlya, kepulauan yang berada di antara laut Kara dan Barents, dekat dengan habitat beruang kutub.

Kepulauan tersebut mengalami pencairan es begitu cepat akibat pemanasan global, polusi industri dan rumah tangga, yang berdampak pada berubahnya pola berburu beruang kutub.

Dikutip dari Okezone.com, Ilya Mordvintsev dari Institut Severtsov di Moskow, berpendapat bahwa laut Barents mencair lebih cepat dan membuat beruang kutub kesulitan mencari makan.

“Selama ribuan tahun, mereka bermigrasi sepanjang tahunnya untuk berburu anjing laut. Tahun ini mereka datang ke pantai dan tidak ada es, lalu terdampar di tumpukan sampah” tutur Ilya Mordvintsev.

Tercatat lebih dari 50 beruang kutub mendatangi desa tersebut akibat pemanasan global yang semakin parah, sehingga membuat kawanan beruang kutub kesulitan mencari makan dan beralih ke sumber alternatif tempat lainnya.

Beberapa pakar menyalahkan pemerintah setempat karena membuat tempat sampah yang tidak sesuai dengan letak geografis wilayahnya, yang kemudian menjadi tempat sasaran beruang kutub untuk mencari makan.

Para pakar teori juga menilai bahwa proyek energi dan pangkalan militer di Arktik-Rusia berpotensi atas timbulnya konflik antara manusia dengan beruang kutub.

“Pengembangan di Arktik tentu akan mempertajam konflik antara manusia dan beruang kutub, terutama sekarang karena beruang kutub kehilangan habitatnya sehingga datang ke darat,” ujar ahli biologi Anatoly Kochnev, dilansir dari CNNIndonesia.com .

Sejak insiden tersebut, aktivitas manusia dengan habitat beruang kutub yang berdekatan justru dikhawatirkan dapat membahayakan hidup dan populasi keduanya. Maka dari itu, kemungkinan beruang kutub akan dipindahkan ke Kanada.

“Durasi mencairnya es menjadi semakin sering, mereka kemungkinan akan dipindah ke Kanada, yang perubahan iklimnya terhitung lebih lambat,” tutur Kochnev.

Penulis: Sarah Nurkholifah
Editor: Gadis Ayu Maharani