Diamma.com- Penggunaan kata tuna rungu dan tuli untuk penderita keterbatasan pendengaran masih menjadi polemik di kalangan banyak pihak.
Pasalnya kebanyakan orang lebih memilih menggunakan kata tuna rungu dibanding tuli, karena menganggap tuna rungu lebih sopan dibanding tuli.
Namun, hal berbeda diungkapkan oleh aktivis tuli, Surya Putra Sahetapy, menurutnya ia lebih senang dengan penggunaan kata tuli dibanding tuna rungu.
“Jangan panggil saya tuna rungu, karena tuna artinya rusak, rungu artinya pendengaran. Tuna rungu berarti rusak pendengarannya. Jadi saya bukan tuna rungu, kami memilih (disebut) tuli,” ujarnya menggunakan bahasa isyarat.
“Tuli adalah kelompok bahasa isyarat yang memiliki identitas, budaya, dan komunitas tuli,” lanjutnya.
Selain menggunkan bahasa isyarat, teman-teman tuli memiliki beragam cara untuk berkomunikasi.
“Kami memiliki pilihan komunikasi yaitu bahasa isyarat, tulisan, verbal-lipreading (membaca gerak mulut), dan lain-lain,” jelas Surya.
Penulis: Siti Nurmayani Putri
Editor: Siti Nurmayani Putri