Diamma.com – Impor kebutuhan pokok atau pangan di tengah globalisasi, merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pemasukan dan pemenuhan kebutuhan suatu negara. Tetapi apa jadinya jika suatu negara menjadi ketergantungan dengan negara lain, khususnya di bidang pangan atau bahan pokok.

Pengamat Ekonomi Universitas Bengkulu, Andi Irawan mengatakan, selama ini pemerintah mudah sekali mengimpor bahan pokok dari luar seperti salah satunya itu kedelai dari Amerika. Sehingga terjadi ketergantungan.

“Akhirnya, ketika sekarang ini Amerika sedang dilanda masalah krisis pangan berdampaklah pada negara kita. Akibat impor sesukanya, kita menjadi negara konsumtif,” ungkap Irawan.

Dikatakannya, proses impor memang bisa dilakukan karena kebutuhan domestik suatu negara yang tidak memadai. Namun, tidak boleh semuanya mengandalkan impor. Pemerintah dinilainya tidak serius menghentikan ketergantungan terhadap barang impor.

Padahal, sebenarnya Indonesia untuk memenuhi kebutuhan domestik sangat memadai. Sebab, ada banyak lahan kosong yang bisa dimanfaatkan. Tetapi yang terjadi sekarang menurut Andi berbanding terbalik. Tidak ada keseriusan pemerintah untuk memanfaatkan dan mengoptimalkan pertanian.

Menurutnya, saat ini Indonesia sedang defisit memenuhi kebutuhan pangan, seperti kedelai, sayuran dan buah-buahan. Sebagian besar pangan dan sayuran yang beredar di pasar sekarang impor dari luar negeri.

Ada ribuan hektar lahan kosong yang bisa dioptimalkan. Tetapi, yang terjadi lahan kosong tidak diperuntukkan untuk petani kecil yang akan menggarapnya untuk ditanami kebutuhan pangan.

“Pemerintah lebih condong memberi izin ke perkebunan besar seperti kelapa sawit, kakao, dan lainya, dikarenakan back-up yang kuat dari beberapa pejabat yang turut ambil bagian atau komisi dengan hal tersebut. Jadi, model orde baru masih berlaku,” ujarnya.

Pemerintah pernah melakukan impor terbesar pada zaman orde baru. Pada saat itu Indonesia mengimpor beras besar-besaran. Saat itu, bukan rahasia lagi eksekutif dan legislatif melakukan kecurangan dalam mengambil kebijkan, termasuk kebijakan impor beras.

Kenapa Indonesia menjadi negara pengimpor?. Pengamat Ekonomi Bengkulu ini mengatakan, karena tekanan dari internasional yang diakibatkan oleh utang negara di berbagai lembaga moneter dunia, serta liberalisasi perdagangan sebagai konsekuensi perjanjian perdagangan yang banyak ditandatangani pemerintah Indonesia.

Apalagi tarif impor menjadi peringkat kedua untuk pemasukan negara. Tetapi, hasil dari pemasukan tersebut tidak sebanding dengan konsekuensi yang dialami. Dia menyesalkan masih ada bahan baku yang sebenarnya bisa diolah dinegara sendiri, namun kenyataanya sekarang itu diimpor dari luar.

“Lebih baik jika kita bisa swasembada memenuhi kebutuhan pangan sendiri. Syukur bisa ekspor,” katanya.

Selain itu Andi mengatakan, karantina barang impor harus di perhatikan lebih serius lagi. Selama ini masih ada barang impor dari luar, seperti buah-buahaan yang busuk atau kualitasnya masih kurang tetapi masih bisa masuk.

Reporter: Aslan La Ode / Foto: apakah.blogdetik.com

Editor: Frieska M