Diamma.com – Memperingati hari Bhakti Adhyaksa, Kontras (Komisi untuk orang hilang dan korban tindak kekerasan), mendatangi Komisi Kejaksaan untuk mengevaluasi kinerja Kejaksaaan Agung Republik Indonesia. Kontras menilai, Kejaksaan bekerja sangat lambat dalam penanganan kasus HAM berat di masa lalu dan ketidak jelasan penyelasaian kasus tersebut.
Kontras yang datang bersama korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat di masa lalu, meminta kepada Komisi Kejaksaan untuk melakukan pengawasan, pemantauan, dan penilian lebih dari komisi kejaksaan, terhadap kinerja Kejaksaan Agung yang dalam penanganan kasus pelanggaran HAM berat tidak jelas prosedur penanganannya.
Selain itu, kontras juga memberikan berkas-berkas kasus pelanggaran berat, seperti berkas kasus peristiwa trisakti, kasus semanggi I dan II, peristiwa talangsari dan kasus tanjung priok, yang sampai saat ini belum ada tanda-tanda kasus-kasus tersebut akan selesai dalam waktu dekat.
Pihak Kontras sangat berharap, Komisi Kejaksaan berperan lebih dalam penanganan kasus pelanggaran HAM berat tersebut. Menanggapi hal tersebut, Halius Hosen Ketua Komisi Kejaksaan mengatakan, komisi kejaksaan akan menindak lanjuti laporan dari kontras.
Halius menambahkan, bahwa komisi kejaksaan hanya melihat dan meneliti, juga mengawasi prosedur penanganan kasus yang di tangani oleh kejaksaan agung.
Pihak Kontras juga menyoroti tentang keputusan Jaksa Agung yang membutuhkan pengadilan HAM ad hoc, sebelum melakukan penyidikan terhadap kasus Timor-Timur 1999 dan Tanjung Priok 1984.
Padahal, berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia No 18/PUU-V/2007 tentang penjelasan pengadilan HAM, untuk membentuk pengadilan HAM, perlu adanya rekomendasi dari DPR sebagai repersentasi rakyat. Dalam hal ini DPR merekomendasikan pembentukan pengadilan HAM ad hoc, harus berdasar hasil penyelidikan dan penyidikan dari komnas HAM dan Kejaksaan Agung.
Jadi, penyidikan bisa dilakukan tanpa harus menunggu terbentuknya pengadilan HAM ad hoc . Untuk itu, Kontras pun meminta Komisi Kejaksaan menjadi jembatan bagi Kejaksaan Agung dan Komnas HAM untuk penyidikan kasus- kasus tersebut. Komisi Kejaksaan melalui Halius Hosen akan menampung semua saran dari kontras.
Kontras pun berharap, agar Komisi Kejaksaan dapat melakukan pengawasan, pemantauan dan penilaian mengenai prosedur penanganan perkara pelanggaran HAM berat di kejaksaan agung.
Selain itu, Kontras juga meminta Komisi Kejaksaan melakukan pengawasan, pemantauan dan penilaian mengenai kordinasi, informasi, dan komunikasi mengenai penanganan perkara pelanggaran HAM berat di kejaksaan agung dan melakukan publikasi mengenai hasil pengawasan komisi kejaksaan terhadap kinerja kejaksaan agung dalam penanganan perkara kasus HAM berat.
“Kami berharap, hasil evaluasi ini dipublikasikan ke masyarakat umum. Sebab dibutuhkan pengawasan yang luas, apabila tidak dilakukan (pempublikasian), maka jaksa agung akan kembali tidak memperhatikan catatan-catatan ini (hasil evaluasi yang dilakukan hari ini),” ungkap Yati Andriani, salah satu delegasi Kontras yang datang ke komisi kejaksaan.
Saat disinggung mengenai laporan yang tidak ditindak lanjuti oleh komisi kejaksaan, Yati manegaskan akan membuat laporan yang ditujukan untuk jaksa agung. “Jika laporan kami tidak ditindak lanjuti, maka kami menilai bahwa komisi kejaksaan tidak bekerja secara maksimal. Dan kami juga akan membuat laporan kepada jaksa agung, bahwa telah ada kesengajaan pembiaran dan penundaan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM berat,”
Reporter: Bagus Prayogo
Editor: Frieska M.