“Waktu saya lihat nilai saya di website setelah UAS, ternyata nilai UAS Sosiologi saya kosong. Hasilnya, saya dapat D. Padahal saya telah mengikuti ujian dan telah menaati prosedur yang ada,” ujar salah satu mahasiswi jurusan Hubungan Internasional.
Editor: Rionaldo Herwendo
Perkuliahan semester genap 2011 akan segera berakhir. Namun, masih banyak mahasiswa Universitas Profesor Dr. Moestopo (Beragama) yang mengalami keganjilan dengan nilai mereka pada semester-smester sebelumnya. Misalnya saja yang terjadi pada Iga Permatasari, mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) angkatan 2010 ini mengaku bahwa ia mengalami masalah dengan nilainya di semester satu lalu. “Waktu saya lihat nilai saya di website setelah UAS, ternyata nilai UAS Sosiologi saya kosong. Hasilnya, saya dapat D. Padahal saya telah mengikuti ujian dan telah menaati prosedur yang ada,” ujar mahasiswi jurusan Hubungan Internasional tersebut. Mahasiswi berambut panjang ini menambahkan bahwa sampai transkip nilai yang dijadikan acuan untuk mengisi Kartu Rencana Studi (KRS) keluar pun nilai Sosiologinya belum diperbaiki. Padahal, ia mengatakan bahwa ia telah melapor ke dosen terkait dan dosen tersbebut pun mengakui bahwa nilai itu seharusnya ada. “Saya sudah lapor ke dosen, dosennya juga bilang kalau nilai itu harusnya ada karena di data yang dia (dosen terkait) punya itu nilai UAS saya ada. Tapi kenapa di web dan di transkip nilai saya gak ada?”
Tidak jauh berbeda dengan Iga, Pandu yang juga mahasiswa FISIP angkatan 2010 ini pun memiliki masalah dengan nilainya di semester lalu. Kali ini dengan nilai mata kuliah Bahasa Indonesia. “Nilai tugas saya gak ke input, sementara saya sudah melakukan semua persyaratan yang diminta pihak sekretariat untuk merubahnya dan tugas yang yang dimaksud juga terbukti ada. Bahkan saya sudah meminita dosen untuk segera mengurus nilai saya dan dosen itu sendiri mengatakan bahwa ia (dosen) telah mengajukan surat ke sekretariat agar merubah nilai saya. Tapi nyatanya sampai sekarang nilai saya belum berubah,” ujar mahasiswa berkacamata yang juga mahasiswa jurusan Hubungan Internasional tersebut.
Setelah dikonfirmasi kepada pihak sekretariat FISIP bagian akademis, memang terbukti bahwa banyak mahasiswa yang protes dengan nilainya di semester kemarin. Kasus yang terjadi, menurut pihak sekretariat, itu biasanya nilai yang tidak muncul, kolom beberapa mata kuliah yang hilang (pada laporan nilai di website), dan perubahan nilai yang tadinya muncul di situs adalah A, misalnya, ketika beberapa hari kemudian diperiksa nilai tersebut menjadi C . “Ini bukan masalah entry nilai, tapi ini masalah data loss karena kita ada peralihan dari sistem intranet manjadi sistem internet,” ujar Edwin Iswidaydo, selaku petugas bagian akademis sekretariat FISIP UPDM (B). Edwin menjelaskan bahwa dulu, pada sistem intranet, kita (fakultas) 100% bisa meng-handle semua masalah yang ada, baik nilai yang belum keluar ataupun nilai perbaikan. Sedangkan sistem yang sekarang berlaku adalah kebijakan mengenai nilai dipusatkan ke rektorat, jadi bila terdapat keganjilan perihal nilai dan ingin merubahnya, semua harus dilaporkan ke rektorat. Bahkan untuk masalah nilai yang berubah dan kolom nilai yang tadinya ada menjadi tidak ada, pihak sekretariat juga turut mempertanyakannya.
Tidak hanya di FISIP, kasus yang sama juga terjadi di fakultas-fakultas lain seperti Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) dan Fakultas Ekonomi (FE). Sekretariat bagian akademis, baik itu Fikom maupun FE, mengakui bahwa ada cukup banyak mahasiswa yang melakukan complain perihal nilai yang terdapat di situs. “Pertama kali yang harus dilakukan mahasiswa apabila mengetahui bahwa ada yang salah dengan nilainya baik itu yang terdapat pada situs maupun transkip nilai adalah melapor ke dosen terkait. Tujuannya agar dosen terkait tahu dan memeriksa kembali nilai tersebut karena pada dasarnya masing-masing dosen memiliki password untuk memasukan nilai sendiri ke situs. Apabila terbukti terjadi kesalahan, maka dosen terkait harus memberi surat kepada pihak sekretariat untuk merubah nilai tersebut. Namun, jika nilai itu sudah final, pihak sekretariat harus memberikan surat kepada Bapsi untuk mengubah nilai tersebut karena kewenangan bukan lagi di sekretariat, tapi di Bapsi,” ujar Frans selaku dosen FE. Pihak sekretariat Fikom yang diwakili oleh Salar menganjurkan agar protes terhadap nilai itu jangan sampai langkah semester, jadi harus langsung diurus di semester berikutnya karena berpengaruh dengan IPK (Indeks Prestasi Kumulatif).
Berbeda lagi dengan Fakultas Kedokteran Gigi (FKG). Pengolahan nilai FKG lebih rapi dibandingkan dengan fakultas lainnya di Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama). Apabila di fakultas lain nilai tiap mata kuliah muncul satu persatu setiap harinya, di FKG nilai akan dimunculkan apabila semua dosen telah memasukan nilainya. Jadi dalam satu hari, nilai semua mata kuliah yang diambil mahasiswa dimunculkan.
Pihak Bapsi pun membenarkan bahwa terjadi banyak complain perihal nilai. “Pada dasarnya kami tidak mau mempersulit mahasiswa. Apabila kami telah mendapat surat dari dosen ataupun sekretariat perihal pengubahan nilai, maka akan langsung kami ubah,” ujar Satya Adriansyah selaku petugas Bapsi.
Dibalik semua masalah yang terjadi perihal nilai, sistem yang berlaku sekarang ini juga memiliki banyak keuntungan, baik itu bagi mahasiswa maupun dosen. “Sekarang ini, dengan sistem online, dosen diberi kemudahan dalam mengisi nilai karena masing-masing dosen telah diberi password untuk memasukan nilai sendiri. Dan mahasiswa juga diberikan kemudahan dalam mengus KRS karena dengan sistem online ini mahaswa dapat mengisi KRS dimana saja dalam batas waktu yang telah ditentukan,” tambah Satya.
Setiap sistem yang baru berlaku memang memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Masalah nilai mungkin merupakan bagian dari kelemahan sistem terpusat yang baru berlaku sejak 2009 ini. Sayangnya, peralihan sistem yang harusnya menguntungkan pihak mahasiswa dan dosen ini justru malah terlihat merugikan pihak mahasiswa. “Kalau nilai saya gak ada, ya saya merasa rugi. Tapi saya harap nilai saya itu cepat berubah dan untuk ke depannya tidak ada lagi masalah seperti ini. Dan sekalipun ada, mahasiswa juga tidak dipersulit untuk memperbaikinya,” ujar Pandu mengutarakan harapannya.